Jika yang dimaksud melihat Jin dalam arti melihat dengan mata kepala maka manusia tidak dapat melakukannya, Allah Ta’ala menegaskan hal tersebut dengan firman-Nya:
إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْ
Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. QS:7/27.
Demikian pula yang dinyatakan Ibnu Abbad r.s dalam sebuah hadis Nabi s.a.w. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. berkata:
مَا قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْجِنِّ وَمَا رَآهُمُ
Yang artinya: Rasulullah saw tidak membacakan al-Quran kepada jin dan tidak pula melihat mereka.
Kisahnya sebagai berikut: Suatu saat ketika baginda Nabi saw. dalam perjalanan bersama para Sahabat ra. menuju pasar Ukaz, tepat pada saat itu, antara syaitan jin dan berita dari langit sedang dihalangi dan mereka dilempari dengan panah berapi. Maka merekapun kembali kepada kaum mereka, dan mereka berkata : Antara kami dan berita dari langit telah dihalangi dan kami dilempari dengan panah berapi. Kaum mereka berkata : pasti telah terjadi sesuatu yang luar biasa di muka bumi, coba pergilah menyebar ke bumi, baik di sebelah timur maupun baratnya, carilah apa menjadi penyebabnya, sehingga antara kita dan berita dari langit menjadi terhalang. Mereka pun pergi ke bumi di sebelah timur dan baratnya. Dan diantara mereka ada yang menuju arah Tihamah yaitu mengikuti arah perjalanan Nabi saw. bersama para sahabat ra. Saat itu Baginda Nabi saw sedang berada di bawah pohon kurma dalam perjalanan menuju ke pasar Ukaz dan Baginda Nabi saw. sedang melaksanakan sholat Subuh bersama para Sahabat. Ketika mereka (sekelompok jin) itu mendengarkan al-Quran dibaca, mereka memerhatikannya dan berkata : Inilah yang menjadikan kita terhalang dengan berita dari langit. Maka merekapun kembali kepada kaum mereka lalu berkata: Wahai kaumku :
( إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا يَهْدِي إِلَى الرُّشْدِ فَآمَنَّا بِهِ وَلَنْ نُشْرِكَ بِرَبِّنَا أَحَدًا )
Yang artinya: Sesungguhnya aku telah mendengar bacaan yang mengagumkan, yang dapat menunjukkan kita kepada kebenaran, maka aku beriman kepadanya dan tidak akan menyekutukan Tuhanku dengan siapapun. Maka Allah SWT. menurunkan kepada nabi-Nya Muhammad saw dengan firman-Nya:
( قُلْ أُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِنَ الْجِنِّ )
Yang artinya: Katakanlah, telah diwahyukan kepadaku, bahwasanya sekumpulan jin telah mendengar bacaan al-Quran
1. Riwayat Bukhori di dalam Kitab Azan Hadits Nomor 731
2. Riwayat Muslim di dalam Kitab Sholat Hadits Nomor 681
3. Riwayat Tirmidzi di Dalam Kitab Tafsir Al-Qur’an Hadits Nomor 3245-3247.
2. Riwayat Muslim di dalam Kitab Sholat Hadits Nomor 681
3. Riwayat Tirmidzi di Dalam Kitab Tafsir Al-Qur’an Hadits Nomor 3245-3247.
Jika yang dimaksud melihat jin dalam arti mengenali, maka untuk hal tersebut orang tidak harus menggunakan mata kepala. Orang bisa mengenali suatu benda dengan indera yang dimiliki, dengan penciuman atau pendengaran, asal dengan itu orang tersebut dapat mengenali sesuatu maka boleh dikatakan ‘rukya’ atau melihat. Semisal orang buta mampu mengenali uang kertas, padahal dia tidak pernah melihat uang itu dengan matanya. Dengan mencium orang dapat mengenali kwalitas tembakau, dan dengan mendengar orang dapat mengenali seseorang melalui suaranya. Orang bisa mengenali suara, tetapi suara itu tidak dapat dilihat dengan mata kepala melainkan didengarkan dengan indera pendengaran. Meski hanya dengan pendengaran, ketika seseorang dapat mengenali suatu benda, maka orang itu berarti mengenali benda tersebut.
Seperti orang makan salak secara terus-menerus sehingga menjadi tahu dengan persis bahwa salak yang dimakan itu salah pondoh, orang tersebut berarti orang yang kenal salak pondoh. Bahkan semakin ahli, semakin itu pula dia dapat mengetahui dengan tepat terhadap segala jenis-jenis salak secara spesifik. Melihat jin itu tidak harus dengan mata kepala, yang pasti jin itu ada, jin melihat manusia tetapi manusia tidak dapat melihat jin. Kehidupan jin itu dekat dengah kehidupan manusia, hanya saja manusia tidak dapat merasakannya. Demikianlah yang dinyatakan Allah dengan firman-Nya.
Oleh karena alam jin adalah alam yang ghaib bagi indera lahir manusia, untuk mengenalinya, maka dengan indera yang lahir itu seorang hamba wajib mengimani apa-apa yang disampaikan oleh Allah Ta’ala dengan wahyu-Nya. Ketika alam jin dinyatakan Allah Ta’ala dengan firman-Nya, maka kewajiban manusia harus mengimaninya, selanjutnya, dengan kemampuan imaginasi yang ada manusia harus bersungguh-sungguh mengadakan penelitian dengan cara yang benar, hasilnya, dengan ilmu Allah dan izin-Nya manusia akan dibukakan penutup matanya sehingga mereka mendapatkan sesuai yang diharapkan. Ketika Allah SWT. berfirman:
وَهُوَ الَّذِي مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ هَذَا عَذْبٌ فُرَاتٌ وَهَذَا مِلْحٌ أُجَاجٌ وَجَعَلَ بَيْنَهُمَا بَرْزَخًا وَحِجْرًا مَحْجُورًا- الفرقان:25/53
Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi. QS:25/53.
Maka manusia harus mengimani firman Allah Ta’ala itu, karena hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui keadaan makhluk-Nya. Menurut ayat diatas, alam manusia bagaikan samudera dan alam jin juga bagaikan samudera, namun antara keduanya dibatasi oleh barzah atau ruang waktu dan dinding-dinding yang membatasi. Maksudnya, alam manusia adalah suatu dimensi dan alam jin juga merupakan suatu dimensi, namun masing-masing dimensi itu dibatasi oleh dimensi lain pula. Seperti alam mimpi adalah dimensi dan alam jaga juga merupakan dimensi, namun masing-masing tersebut dibatasi oleh dimensi yang lain yaitu alam tidur. Alam tidur dikatakan sebagai pembatas antara alam sadar dengan alam mimpi, karena tidak semua orang tidur pasti bermimpi, hal ini membuktikan bahwa alam tidur berbeda dengan alam mimpi.
artikelnya sangat bermanfaat,
BalasHapus